|
POSISI
ANAK ANGKAT
Tanya:
Aku kuliah di Unsat Makassar, ingin
bertanya kepada ibu sebagai bahan untuk menyusun tugas akhir saya
di Universitas tersebut. Adapun pertanyaan saya :
1. Bagaimana kedudukan seorang anak yang diangkat oleh keluarga
lain, apakah hubungannya telah putus dengan keluarga asalnya atau
tidak, kalau dilihat dari kacamata hukum Perdata.
2. Bagaimana hak dan kewajibannya sebagai anak angkat terhadap
orang tua angkatnya
3. Apakah dalam hukum Perdata anak angkat itu boleh menikah dengan
keluarga angkatnya dan apakah ia berhak mendapatkan harta warisan
dari orang tua angkatnya kalau ditinjau dari hukum Perdata.
Makasih sebelum dan atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.
Kautsar Hasan - via email
Jawab:
Ketentuan mengenai
adopsi anak diatur dalam SEMA No. 6 tahun 1983 tentang
Penyempurnaan Surat Edaran nomor 2 tahun 1979 tentang Pemeriksaan
Permohonan Pengesahan/pengangkatan Anak. Selain itu Keputusan
Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Perijinan Pengangkatan Anak dan diatur dalam
Staatblaad 1917 No. 129.
1. Setelah pengangkatan anak terjadi, maka ada akibat hukum yang
ditimbulkan seperti dalam hak perwalian dan pewarisan. Dalam hal
perwalian, sejak putusan diucapkan oleh Pengadilan, maka orang tua
angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula,
segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua
angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan yang beragama Islam,
bila ia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikah hanyalah
orang tua kandungnya atau saudara sedarahnya. Dan dalam Staatblaat
1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak
tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan
sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan oirang tua angkat.
Artinya, akibat pengangkatan anak tersebut maka terputus segala
hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran,
yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
2. Secara otomatis hak dan kewajiban seorang anak angkat itu sama
dengan anak kandung yang harus merawat dan menghormati orang tua
angkat layaknya orang tua kandung, dan anak angkat berhak
mendapatkan hak yang sama dengan anak kandung orang tua angkat.
3. Dalam hal perkawinan siapapun orangnya yang melangsungkan
perkawinan di Indonesia maka ia harus tunduk pada hukum atau UU
Perkawinan yang berlaku di Inonesia yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan
dalam pasal 8 UU Perkawinan disebutkan larangan bagi orang yang
akan melangsungkan perkawinan, tetapi bagi anak angkat, jika ia
tidak sesususan dengan saudara angkatnya maka ia dapat menikahinya,
karena pada dasarnya antara mereka tidak mempunyai hubungan darah.
Mengenai pewarisan jika ia tunduk pada BW maka anak angkat berhak
mewaris dari harta orang tua angkatnya, dan dia tidak dapat
mewaris dari orang tua kandungnya karena hubungannya secara
perdata telah putus.
HAK
KETIKA CERAI
Tanya:
Saya seorang ibu rumah tangga
dengan 2 anak umur 9 dan 6 tahun. Suami bekerja di salah satu
instansi dan malamnya bekerja di tempat hiburan malam. Beberapa
tahun belakangan ini kami sering ribut karena saya tahu kalau
suami menjalin hubungan dengan seorang penyanyi ditempatnya
bekerja. Untungnya saya memiliki usaha sendiri jadi bisa menutupi
kebutuhan rumah dan anak. Sebab dari suami sendiri saya tidak
pernah menerima uang. Yang ingin saya tanyakan apa yang harus saya
lakukan karena berulang-ulang saya minta cerai suami tidak mau.
Dia bahkan mencaci maki dan sering memukul. Saya sangat tertekan,
tersiksa dan tidak bisa hidup dengan cara seperti ini terus.
Ibu Yn - Makassar
Jawab:
Ibu Yn, sebelum
memutuskan untuk bercerai pastikan dulu dengan jelas apakah benar
suami anda menjalin hubungan dengan wanita lain, jangan sampai
berita itu tidak benar. Coba bicarakan persoalan ini dengan suami
dan keluarga, mengingat anda memiliki anak yang masih kecil yang
bisa saja terpengaruh oleh perceraian orang tuanya. Namun kalau
berita itu benar dan keadaan memang sudah tidak memungkinkan untuk
berdamai tapi suami anda tidak mau mengajukan gugatan cerai, maka
sebaiknya anda yang lebih dahulu mengajukan gugatan cerai, karena
bukan hanya suami yang memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai
tetapi isteri juga memiliki hak itu. Kalau anda Muslim ajukan ke
Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri kalau anda Non Muslim.
Pada saat mengajukan gugatan cerai, jangan lupa perjuangkan
hak-hak anda sebagai isteri, diantaranya :
Hak Pemeliharaan Anak
Dalam kompilasi Hukum Islam pasal 105 dikatakan "jika terjadi
perceraian pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum
berumur 12 tahun adalah hak ibunya"
Hak Perwalian
Perwalian adalah kekuasaan salah satu orang tua yang diberikan
oleh Pengadilan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap
diri anak dan harta bendanya.
Hak Mendapatkan Nafkah
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 149 dikatakan "bagi yang
beragama Islam maka bekas suami wajib memberikan mutah yang layak
kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali
isteri tersebut qobla al dukhul"
Harta Bersama
UU Perkawinan nomor 1/1975 pasal 35 menegaskan"harta yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama"
Demikian jawaban dari saya, mudah-mudahan keputusan yang akan anda
ambil nanti tepat bagi perkembangan putra putri anda.
PESANGON
Tanya:
Sudah dua tahun ini saya bekerja di
perusahaan swasta berskala kecil milik keluarga. Saya dipercayakan
untuk menangani administrasi kantor, termasuk juga membuat
beberapa laporan tentang keuangan. Pada awal kerja saya tidak
pernah menandatangani surat perjanjian kerja. Tapi akhir-akhir ini,
keuangan perusahaan kami sedang mengalami penurunan dan saya
mendengar bahwa akan ada beberapa orang yang akan diberhentikan.
Saya jadi khawatir juga, jangan sampai saya termasuk salah satunya.
Ingin mengundurkan diri, ntar nggak dapat pesangon. Kalau
diberhentikan, apakah saya akan mendapatkan uang pesangon,
mengingat saya diawal kerja tidak menandatangi surat kontrak.
Mengingat situasi ini, apakah lebih baik saya yang mengundurkan
diri atau tunggu perkembangan nantinya dalam artian tunggu
perusahaan yang memberhentikan. Saya mohon saran, mana yang harus
saya lakukan dan juga berapa besar pesangon yang bisa saya dapat,
kalau mengundurkan diri atau diberhentikan oleh perusahaan. Terima
kasih untuk sarannya.
Mirna - Sungguminasa
Jawab:
Mbak Mirna,
sebaiknya anda mengajukan surat pengunduran diri. Setidaknya
dengan adanya surat tersebut pimpinan dapat memberikan rekomendasi
sehingga dapat anda gunakan untuk melamar di perusahaan lain.
Untuk pesangon biasanya hanya akan diberikan pada buruh atau
karyawan yang mengalami PHK, tapi perusahaan mungkin akan
memberikan sekedar uang jasa sebagai tanda terima kasih/penghargaan
atas pekerjaan anda selama bekerja di perusahaan itu.
Adapun besarnya pesangon jika anda di PHK oleh perusahaan sesuai
dengan pasal 21, 22, 23 Permenaker No. 03/Men/1996 yaitu 3 (tiga)
bulan upah karena masa kerja anda cuma dua tahun.
Akan tetapi jika melihat kasus anda tentunya perusahaan akan
memberikan sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan perusahaan
tersebut. Dan anda tidak dapat menuntut perusahaan untuk
memberikan uang pesangon karena anda keluar atas kemauan anda
sendiri.
HUKUM
ADAT & HUKUM POSITIF
Tanya:
Mohon penjelasannya tentang
perbedaan antara hukum adat dan hukum positif. Kalau
terjadi permasalahan yang berkaitan dengan hukum adat yang
bertentangan dengan hukum positif, bagaimana hukum positif
menyelesaikan permasalahan tersebut?
X - Makassar
Jawab:
Perbedaan
antara Hukum Adat dengan Hukum Positif yaitu :
Hukum Adat : merupakan Hukum yang tumbuh dan berkembang
serta berlaku dalam suatu masyarakat. Sedangkan Hukum Positif :
merupakan Hukum yang berlaku di Indonesia yang harus ditaati/dipatuhi
oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya pengecualian.
Apabila ada kasus yang tidak
dapat dilakukan secara adat dan harus menempuh jalur hukum
misalnya sampai di Pengadilan atau di Kantor Polisi, maka tentu
saja penyelesaiannya harus tunduk kepada Hukum Positif. Akan
tetapi sesuai pasal 27 UU No. 4 tahun 1970 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, ditekankan bahwa,
"Hakim sebagai aparat penegak hukum harus menggali
norma-norma yang hidup dalam masyarakat". Jadi dalam
memutuskan suatu perkara tidak menutup kemungkinan hakim akan
tetap mempertimbangkan hukum adat yang berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan hukum positif dimaksud.
Next
| 1
| 2
| 3
| 4
| 5
| 6
| 7 | 8
| 9 | 10
| 11 |
12 |
13 |
14 |
15
|
16
| 17
| 18
| 19
| 20
| 21
| 22
| 23
|
24
| 25
| 26
| 27
| 28
| 29
| 30
| 31
| 32
| 33
| 34
| 35
| 36
| 37 | 38
| 39
| 40
|