DERAP PEREMPUAN
Asuhan: Dania Kaulia
Konsultan: LBH-P2i

 

Kirimkan pertanyaan Anda seputar hukum dan keadilan untuk dibahas di acara Derap Perempuan Radio SPFM setiap Jumat pukul 09.00-10.00 dan pembahasannya juga akan dimuat di situs ini. Alamatkan pertanyaan Anda ke Radio SPFM jalan Macan 21 Makassar 90132  facsimile (0411) 854211 atau via email [email protected]t


POSISI ANAK ANGKAT 

Tanya:

Aku kuliah di Unsat Makassar, ingin bertanya kepada ibu sebagai bahan untuk menyusun tugas akhir saya di Universitas tersebut. Adapun pertanyaan saya :
1. Bagaimana kedudukan seorang anak yang diangkat oleh keluarga lain, apakah hubungannya telah putus dengan keluarga asalnya atau tidak, kalau dilihat dari kacamata hukum Perdata.
2. Bagaimana hak dan kewajibannya sebagai anak angkat terhadap orang tua angkatnya
3. Apakah dalam hukum Perdata anak angkat itu boleh menikah dengan keluarga angkatnya dan apakah ia berhak mendapatkan harta warisan dari orang tua angkatnya kalau ditinjau dari hukum Perdata.
Makasih sebelum dan atas jawabannya saya ucapkan terima kasih.

Kautsar Hasan - via email

Jawab:

Ketentuan mengenai adopsi anak diatur dalam SEMA No. 6 tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran nomor 2 tahun 1979 tentang Pemeriksaan Permohonan Pengesahan/pengangkatan Anak. Selain itu Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perijinan Pengangkatan Anak dan diatur dalam Staatblaad 1917 No. 129.
1. Setelah pengangkatan anak terjadi, maka ada akibat hukum yang ditimbulkan seperti dalam hak perwalian dan pewarisan. Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh Pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan yang beragama Islam, bila ia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikah hanyalah orang tua kandungnya atau saudara sedarahnya. Dan dalam Staatblaat 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan oirang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan anak tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.
2. Secara otomatis hak dan kewajiban seorang anak angkat itu sama dengan anak kandung yang harus merawat dan menghormati orang tua angkat layaknya orang tua kandung, dan anak angkat berhak mendapatkan hak yang sama dengan anak kandung orang tua angkat.
3. Dalam hal perkawinan siapapun orangnya yang melangsungkan perkawinan di Indonesia maka ia harus tunduk pada hukum atau UU Perkawinan yang berlaku di Inonesia yaitu UU No. 1 Tahun 1974 dan dalam pasal 8 UU Perkawinan disebutkan larangan bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan, tetapi bagi anak angkat, jika ia tidak sesususan dengan saudara angkatnya maka ia dapat menikahinya, karena pada dasarnya antara mereka tidak mempunyai hubungan darah. Mengenai pewarisan jika ia tunduk pada BW maka anak angkat berhak mewaris dari harta orang tua angkatnya, dan dia tidak dapat mewaris dari orang tua kandungnya karena hubungannya secara perdata telah putus.


 HAK KETIKA CERAI

Tanya:

Saya seorang ibu rumah tangga dengan 2 anak umur 9 dan 6 tahun. Suami bekerja di salah satu instansi dan malamnya bekerja di tempat hiburan malam. Beberapa tahun belakangan ini kami sering ribut karena saya tahu kalau suami menjalin hubungan dengan seorang penyanyi ditempatnya bekerja. Untungnya saya memiliki usaha sendiri jadi bisa menutupi kebutuhan rumah dan anak. Sebab dari suami sendiri saya tidak pernah menerima uang. Yang ingin saya tanyakan apa yang harus saya lakukan karena berulang-ulang saya minta cerai suami tidak mau. Dia bahkan mencaci maki dan sering memukul. Saya sangat tertekan, tersiksa dan tidak bisa hidup dengan cara seperti ini terus.

Ibu Yn - Makassar

Jawab:

Ibu Yn, sebelum memutuskan untuk bercerai pastikan dulu dengan jelas apakah benar suami anda menjalin hubungan dengan wanita lain, jangan sampai berita itu tidak benar. Coba bicarakan persoalan ini dengan suami dan keluarga, mengingat anda memiliki anak yang masih kecil yang bisa saja terpengaruh oleh perceraian orang tuanya. Namun kalau berita itu benar dan keadaan memang sudah tidak memungkinkan untuk berdamai tapi suami anda tidak mau mengajukan gugatan cerai, maka sebaiknya anda yang lebih dahulu mengajukan gugatan cerai, karena bukan hanya suami yang memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai tetapi isteri juga memiliki hak itu. Kalau anda Muslim ajukan ke Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri kalau anda Non Muslim.
Pada saat mengajukan gugatan cerai, jangan lupa perjuangkan hak-hak anda sebagai isteri, diantaranya :
Hak Pemeliharaan Anak
Dalam kompilasi Hukum Islam pasal 105 dikatakan "jika terjadi perceraian pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya"
Hak Perwalian
Perwalian adalah kekuasaan salah satu orang tua yang diberikan oleh Pengadilan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap diri anak dan harta bendanya.
Hak Mendapatkan Nafkah
Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 149 dikatakan "bagi yang beragama Islam maka bekas suami wajib memberikan mutah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali isteri tersebut qobla al dukhul"
Harta Bersama
UU Perkawinan nomor 1/1975 pasal 35 menegaskan"harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama"
Demikian jawaban dari saya, mudah-mudahan keputusan yang akan anda ambil nanti tepat bagi perkembangan putra putri anda.


 PESANGON

Tanya:

Sudah dua tahun ini saya bekerja di perusahaan swasta berskala kecil milik keluarga. Saya dipercayakan untuk menangani administrasi kantor, termasuk juga membuat beberapa laporan tentang keuangan. Pada awal kerja saya tidak pernah menandatangani surat perjanjian kerja. Tapi akhir-akhir ini, keuangan perusahaan kami sedang mengalami penurunan dan saya mendengar bahwa akan ada beberapa orang yang akan diberhentikan. Saya jadi khawatir juga, jangan sampai saya termasuk salah satunya. Ingin mengundurkan diri, ntar nggak dapat pesangon. Kalau diberhentikan, apakah saya akan mendapatkan uang pesangon, mengingat saya diawal kerja tidak menandatangi surat kontrak. Mengingat situasi ini, apakah lebih baik saya yang mengundurkan diri atau tunggu perkembangan nantinya dalam artian tunggu perusahaan yang memberhentikan. Saya mohon saran, mana yang harus saya lakukan dan juga berapa besar pesangon yang bisa saya dapat, kalau mengundurkan diri atau diberhentikan oleh perusahaan. Terima kasih untuk sarannya.

Mirna - Sungguminasa

Jawab:

Mbak Mirna, sebaiknya anda mengajukan surat pengunduran diri. Setidaknya dengan adanya surat tersebut pimpinan dapat memberikan rekomendasi sehingga dapat anda gunakan untuk melamar di perusahaan lain. Untuk pesangon biasanya hanya akan diberikan pada buruh atau karyawan yang mengalami PHK, tapi perusahaan mungkin akan memberikan sekedar uang jasa sebagai tanda terima kasih/penghargaan atas pekerjaan anda selama bekerja di perusahaan itu.
Adapun besarnya pesangon jika anda di PHK oleh perusahaan sesuai dengan pasal 21, 22, 23 Permenaker No. 03/Men/1996 yaitu 3 (tiga) bulan upah karena masa kerja anda cuma dua tahun.
Akan tetapi jika melihat kasus anda tentunya perusahaan akan memberikan sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan perusahaan tersebut. Dan anda tidak dapat menuntut perusahaan untuk memberikan uang pesangon karena anda keluar atas kemauan anda sendiri.


 HUKUM ADAT & HUKUM POSITIF

Tanya:

Mohon penjelasannya tentang perbedaan antara hukum adat dan hukum positif. Kalau terjadi permasalahan yang berkaitan dengan hukum adat yang bertentangan dengan hukum positif, bagaimana hukum positif menyelesaikan permasalahan tersebut?

X - Makassar

Jawab:

Perbedaan antara Hukum Adat dengan Hukum Positif yaitu :
Hukum Adat : merupakan Hukum yang tumbuh dan berkembang serta berlaku dalam suatu masyarakat.
Sedangkan Hukum Positif : merupakan Hukum yang berlaku di Indonesia yang harus ditaati/dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya pengecualian.
Apabila ada kasus yang tidak dapat dilakukan secara adat dan harus menempuh jalur hukum misalnya sampai di Pengadilan atau di Kantor Polisi, maka tentu saja penyelesaiannya harus tunduk kepada Hukum Positif. Akan tetapi sesuai pasal 27 UU No. 4 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, ditekankan bahwa, "Hakim sebagai aparat penegak hukum harus menggali norma-norma yang hidup dalam masyarakat". Jadi dalam memutuskan suatu perkara tidak menutup kemungkinan hakim akan tetap mempertimbangkan hukum adat yang berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan hukum positif dimaksud.

 Next | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40


| Home | Profile | Program | Ad-Rates | Activity | Crews | Tips | News |
| Guestbook | Forum | Email | Chatroom | Links |

Copyright © 2001 Radio SPFM Makassar
Design by d'Agusta


LEMBAGA BANTUAN HUKUM & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN INDONESIA

Next Topics!

Tidak Dinafkahi Suami
Suami Kawin Lagi
Anak Angkat & Warisan
Pendatang Baru & Kontrak

Proses Adopsi Anak
Digauli Kakak Kandung
Ahli Waris Tabungan

Disiksa Suami
Surat Cerai Sepihak

Beda Agama Ingin Nikah
Anak Luar Nikah

Hak Uang Pensiun
Surat Cerai Mendiang

Surat Perjanjian Kerja
Tuntut Tanggung Jawab
Haruskah Bercerai?
Pisah Ranjang Setahun

Poliandri & Hukum
Wanita Katolik Mau Cerai
Anak & Harta Gono Gini
Isteri Kedua Mau Nikah

Status Anak Tiri
Gelar Bangsawan Anak
Anak Diadopsi Pamannya
Gadis Mau Adopsi Anak

Surat Talak Sepihak
Hak Waris Isteri Kedua
Tuntut Mantan Pacar
Kawin Dengan 'Paman'

Melangkahi Bu Lik
Hak Isteri Kedua

Suami Izin Kawin Lagi
Balik Nama Rumah

Pacar Ingkar Janji
Suami Penjudi
Calon Suami Sdh Beristeri
Tersiksa Kekejaman Suami

Anak Angkat = Adopsi?
Kawin Beda Agama
Jatah Warisan Ayah Tiri
Suami Orang Asing

PNS Ingin Cerai
Jatah Warisan Nenek Tiri
Suami Penganggur
Anak Diminta Suami

Tuntutan Pacar Suami
Hutang Pasca Cerai
Status Anak
Disiksa Suami

Pacaran Sepupu Angkat
Nikah Bawah Tangan
Warisan Anak Angkat
Mengaku Isteri Suami

Sertifikat Rumah Hilang
Sikap Adil Suami
Tumbal Hutang Suami
Putus Hubungan Darah

Anak Luar Nikah
Tuntutan Provisi Cerai
Surat Kenal Lahir
Menolak Bercerai

Perlakuan Buruk Ayah
Urus Akte Kelahiran
Pembatalan Perkawinan
Santunan Mantan Suami
Harta Warisan Anak
Yatim Dalam Kandungan

Menikah Dengan Syarat
Hak-hak Mantan Isteri
Status Anak Tiri
Santunan Mantan Suami

Uang Pesangon
Andil Pembelian Rumah
Status Anak Dalam Akte
Dimadu, Mau Cerai

Rumah Warisan Digadai
Anak Betah Dengan Ibu Asuh
Beli Rumah Perlu Notaris?
Batalkan Bagian Anak Tiri

Surat Perjanjian Adopsi
Warisan Mertua
Warisan & Tata Caranya

Pria Beristeri Ajak Nikah
Deposito Diwasiatkan
Rumah Singgah
Anak dr Kawin Campuran

HGB & Hak Milik
Kewajiban Pasutri
Kawin Campuran

Suami Enggan Cerai
Lari Dari Suami
Kawin Siri

Tertipu Teman Sendiri
Kumpul Kebo
Hibah Orang Tua

Kawin Campur & Adopsi
Isteri PNS Mau Cerai
Akta Jual Beli
Pria Malaysia Mau Cerai

Dihina Mantan Pacar
Ingin Kawini Janda
Perdagangan Anak
Ditinggal 6 Bln Ingin Cerai
Nikahi Teman Sekantor

Hak Pensiun Mantan Suami
Perjanjian Pisah Harta
Anak Saya Dimana?

Perjanjian Dengan Ipar
Tanah Adat
Pembatalan Pernikahan

Nafkah Lampau
Beda Agama Mau Cerai

Cerai Dengan Expatriat
Jadi Wanita Ketiga
Pertontonkan Alat Vital

Harta Gono Gini
Cerai Dengan Expatriat (2)
Status Kewarganegaraan

Proses Adopsi Anak
Harta Warisan
Gugatan Dari Seberang
Biaya Adopsi

Ingin Kawin Lagi
Hibah Atau Warisan
Tata Cara Perceraian

Surat Pernyataan Cerai
Silariang
Tanah Diserobot
Anak Bawaan Isteri

 



advertising space