|
SURAT
PERNYATAAN CERAI
Tanya:
Sudah enam tahun saya berumah
tangga, tapi sayangnya rumah tangga ini tidak berjalan seperti
yang saya bayangkan tentang pernikahan. Menginjak usia setahun
pernikahan, suami selingkuh dan meninggalkan rumah selama 3 bulan
tanpa memberi kabar kepada saya, meskipun pada akhirnya dia
kembali juga. Saat itu dia mengaku salah serta berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan itu. Rupanya yang pernah diucapkan hanya
sekedar ucapan, tapi perbuatan tidak menunjukkan niatnya. Dua
tahun sudah dia pergi meninggalkan saya, tanpa memberikan nafkah,
termasuk kewajibannya pada putrinya yang saat ini usia 3 tahun.
Dua minggu lalu saya berjumpa lagi dengannya, kami lalu sepakat
menandatangani surat pernyataan bermeterai yang isinya kalau kami
telah berpisah dan anak di bawah pengasuhan saya. yang menjadi
pertanyaan, apakah surat pernyataan itu sah menunjukkan perpisahan
kami? Apakah dengan surat itu apakah sah kalau kami masing-masing
menikah?
Fi - Makasssar
Jawab:
Ibu Fi, mungkin
yang anda maksud dengan perpisahan adalah perceraian. Jika benar,
maka tentu saja pernyataan yang dibuat diatas kertas bermaterai
tersebut tidak sah sebagai surat cerai. Karena surat cerai yang
sah adalah surat cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama bagi
yang beragama Islam dan oleh Catatan Sipil bagi yang beragama Non
Islam tentu saja setelah melalui proses pemeriksaan di Pengadilan
Agama yang beragama Islam dan di Pengadilan Negeri bagi yang
beragama Non Islam.
Pada pasal 115 KHI dijelaskan bahwa "perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan
Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak". Jo. Pasal 39 UU No. 1/74 tentang perkawinan
Mengenai hal lain yang dibahas dalam surat pernyataan tersebut,
tentang kesepakatan setelah berpisah/bercerai, mungkin akan ada
gunanya/diperlukan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim pada saat
proses pemeriksaan di Pengadilan.
Jadi kalau Ibu Fi sepakat untuk memutuskan perkawinan dengan suami
yang telah dua tahun meninggalkan Ibu Fi dan anak tanpa memberikan
biaya/nafkah hidup, maka sebaiknya untuk memperjelas status ajukan
gugatan perceraian ke Pengadilan.
SILARIANG
Tanya:
Usia saya relatif muda (19) dan
sedang mengandung anak pertama. Dengan latar belakang keluarga
yang cukup berada, tentu anda sangat menyayangkan kisah saya yang
menikah dengan seorang buruh harian. Bukan cuma itu saja, saat ini
pun saya tinggal bersama dengan isteri pertama suami yang tidak
pernah diceraikan. Dan pernikahan kami terjadi karena saya hamil
di luar pernikahan, padahal keluarga saya cukup kolot dan sangat
memegang teguh adat. Berhubung kami tidak mendapat restu dari
keluarga, saya menikah "silariang". Selain itu
hubungan saya dengan suami pun tidak terlalu baik, dia lebih
banyak memperhatikan isteri pertamanya, sementara saya diabaikan
begitu saja. Saya ingin pulang tapi keluarga sudah 'membuang dan
tidak mau tahu lagi dengan kehidupan saya', ini semua karena saat
menikah dulu suami tidak ma'baji, karena suami tidak
sanggup. Situasi ini membuat saya terjepit, ingin cerai tapi
kemana saya harus pergi? Keluarga tidak menerima dan suami sendiri
tidak mempedulikan saya. Mohon sarannya.
St - Makassar
Jawab:
Setelah mencermati
permasalahan yang anda alami, ditambah lagi usia yang masih
tergolong remaja, sebaiknya keinginan untuk cerai ditunda dulu,
karena anda dalam keadaan mengandung. Dalam aturan undang-undang,
yang walaupun mengizinkan terjadinya suatu perceraian tapi tetap
memberlakukan waktu tunggu bagi kedua belah pihak, sebelum anak
tersebut lahir. Sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum
Islam, Pasal 153 ayat 2, poin c, "yaitu apabila perkawinan
putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan hamil,
waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan."
Jadi setidaknya kedudukan anda saat tersebut masih tergantung pada
suami. Hal lain yang anda dapat lakukan, ajak suami bertukar
pikiran tentang masalah ini, karena bagaimana pun juga anda
merupakan tanggung jawabnya. Walaupun ia sudah punya isteri
setidaknya jangan seenaknya dalam memperlakukan anda. Sebab susah
senangnya dalam rumah tangga harus ditanggung bersama. Jika
nantinya anda tetap memutuskan untuk bercerai jangan lupa di dalam
tuntutan cerai, dimasukkan gugatan pemeliharaan anak, yang artinya
anak anda akan ada di bawah perwalian anda sebagai ibunya. Tetapi
suami yang akan memanggung seluruh biaya hidup anak sampai ia
dewasa dan menikah. Untuk persoalan yang saat ini sedang anda
alami, segala sesuatunya memang perlu dipikirkan baik-baik, toh
sebelumnya anda dengan suami saling jatuh cinta.
TANAH
DISEROBOT
Tanya:
Dari 3 bersaudara kami semua lahir
di kota Makassar, tidak heran karena orang tua saya sudah cukup
lama tinggal di kota ini. Sekali pun merantau, orang tua saya
mampu memiliki rumah dengan sisa tanah yang lumayan luas dan
mereka sendiri termasuk orang yang memiliki jiwa sosial kepada
sesamanya. Jadi tidak heran saat kalau orang tua saya sering
menolong orang yang membutuhkan bantuannya. Termasuk juga sikap
mereka untuk mengijinkan sepasang suami isteri memanfaatkan tanah
sisa di belakang rumah untuk dibangun paviliun. Menurut pengakuan
ayah saat paviliun itu dibangun tidak ada perjanjian sama sekali
di antara mereka. Ayah mengijinkan atas dasar kasihan bahkan turut
membantu dalam pembangunan paviliun tersebut. dan kurang lebih 10
tahun sudah mereka tinggal di atas tanah milik ayah saya. Sekarang,
pasangan yang sudah memiliki dua anak ini berniat pulang ke
daerahnya dan tanpa sepengetahuan ayah mereka mengoper bangunan
tersebut kepada orang lain dan mendapat sejumlah uang sebagai
ganti rugi atas pembangunannya. Pada saat pamit, mereka tidak
mengatakan apa-apa, dan dianggap ayah bahwa itu bangunan akan
kosong, sehingga beliau berniat merenovasi ulang. E, ternyata
datang seorang wanita yang mengaku bahwa dia yang akan mengisi
bangunan tersebut. tentu saja ayah menolaknya, bahkan mengatakan
bahwa tanah dan bangunan tersebut miliknya dan meminta agar wanita
tersebut mengurungkan niatnya. Tapi wanita tersebut menolak bahkan
meminta ganti rugi kepada ayah. Tentu saja ayah menolak. Karena
merasa bukan tanggung jawabnya. Sekarang ini ayah dibuat pusing
dengan ulah wanita tersebut, yang tidak mau pusing dengan
penjelasan ayah. Pokoknya dia terus meminta ayah agar secepatnya
mengganti uang, kalau dia tidak diijinkan untuk tinggal di
bangunan belakang rumah. Sehubungan dengan persoalan ini, saya
ingin mendapat saran dan penjelasan jalan keluar terbaiknya
bagaimana?
Rt - Selatan kota
Jawab:
Rt, yang dapat
dilakukan ayah anda adalah berusaha untuk menghubungi keluarga
yang dulu pernah tinggal di paviliun tersebut, dan menanyakan
kebenaran mengenai pengalihan bangunan tersebut. Anda tidak perlu
mempedulikan seseorang yang akan menempati pavilyun tersebut
sepanjang ayah anda dapat membuktikan kepemilikan dari tanah dan
bangunan tersebut. kalau perlu ayah anda memasang tanda
bertuliskan DILARANG MASUK. Jika wanita tersebut tetap
ngotot ingin menempatinya, maka anda dapat menyuruh orang tersebut
memindahkan bangunan itu dari tanah ayah anda. Tapi jika nantinya
dia nekad dan memaksa masuk dan tinggal di tempat tersebut tanpa
ijin, maka hal ini dapat dilaporkan ke polisi dengan tuduhan
penyerobotan sesuai Pasal 167 ayat 1 KUH Pidana yang mengatakan
bahwa, " Barangsiapa dengan melawan hak orang lain masuk
dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang tertutup atau
pekarangan, yang dipakai oleh oramg lain , atau sedang ada disitu
dengan tidak ada haknya tidak dengan segera pergi dari tempat itu
atas permintaan dari orang yang berhak atau atas nama orang yang
berhak, dihukum penjara selama- lamanya sembilan bulan,"
dan dalam ayat 3 disebutkan"jika ia mengeluarkan ancaman
atau memakai daya upaya yang dapat menakutkan maka dihukum penjara
selama-lamanya 1 tahun 4 bulan."
ANAK
BAWAAN ISTERI
Tanya:
Sekali pun bukan anak kandung, saya
sangat menyayangi kedua putri bawaan isteri saya. Selaku kepala
rumah tangga, saya ingin melakukan tindakan yang tepat sehubungan
dengan nasib kedua anak ini. Dalam hal ini keinginan untuk
mengadopsi mereka. Sehubungan dengan niat adopsi ini, saya
mendapat tantangan dari ayah kandung mereka yang tidak menyetujui
niat saya. bahkan mengatakan kalau saya melanjutkan keinginan
tersebut, dia yang akan mengasuh kedua anaknya. Sementara isteri
saya pasrah saja. Saya mohon sarannya, mana yang terbaik yang
harus saya lakukan? Terima kasih untuk jawabannya.
Bapak Yns - Kota Daeng
Jawab:
Bapak
Yns, memang untuk mengadopsi anak harus ada ijin dari orang tuanya
dan kalau orang tua si anak tidak mengijinkan, ya tentu adopsi
tidak dapat dilakukan. Saya rasa niat bapak sangat mulia, tapi
tanpa perlu mengadopsi, sebenarnya anak tersebut juga merupakan
anak bapak meskipun dalam hal ini statusnya hanya sebagai anak
tiri. Bapak masih tetap dapat memberikan kasih sayang dan
perhatian yang sama terhadap mereka. Yang juga perlu Bapak Yns
ketahui biar bagaimana pun sebagai orang tua kandung ayah kedua
anak tersebut masih memiliki hak untuk merawat dan memelihara
anaknya selama si ayah mempunyai kemampuan dalam hal itu. Demikian
jawaban saya, mudah-mudahan tetap rukun bersama keluarga tercinta
dan salam buat kedua anak anda.
Prev
| Next
| 1
| 2
| 3
| 4
| 5
| 6
| 7 | 8
| 9 | 10
| 11 |
12 |
13 |
14 |
15
|
16
| 17
| 18
| 19
| 20
| 21
| 22
| 23
|
24
| 25
| 26
| 27
| 28
| 29
| 30
| 31
| 32
| 33
| 34
| 35
| 36
|
37
| 38 | 39
| 40
|